KITAB ILMU NAHWU (GRAMATIKAL ARAB) ULAMA NUSANTARA
Ilmu Nahwu
merupakan salah satu disiplin ilmu yang membahas gramatikal atau tata bahasa
arab untuk mengetahui kondisi setiap kalimat bahasa arab. Dengan demikian ilmu
Nahwu sangat penting dipelajari bagi pelajar yang ingin menguasai bahasa arab
yang baik dan benar. Kitab-kitab ilmu Nahwu sangat banyak di belahan dunia,
bahkan berserakan di perpustakaan khazanah islam. Banyak sekali Ulama yang
mengarang ilmu super penting yang satu ini. Mereka yang mengarang ada orang arab
itu sendiri bahkan ada orang ‘ajam (orang selain bangsa arab)
Di pondok pesantren, ilmu Nahwu merupakan pelajaran yang
utama karena sangat berperan dalam membaca dan menterjemahkan kitab-kitab
para ulama terdahulu. Salah
satunya adalah kitab “Alfiyyah” yang erat ikatannya di kalangan santri.
Sampai-sampai ada istilah “Santri adalah Alfiyyah, Alfiyyah adalah santri”
Berikut ini merupakan kitab-kitab Nahwu yang dikarang
oleh Ulama Nusantara yang sebagian ada yang dicetak dan terkenal hingga
tersebar luas, serta ada yang hanya berbentuk manuskrip tidak dicetak tanpa
menghilangkan eksistensi kitab itu sendiri
Kitab Mu’jam Nahwi
Kitab ini ditulis oleh Kyai
Muhibbi Hamzawie (wafat 2005) ayah dari Zainul Milal Bizawie. Jika Zainul Milal
Bizawie adalah penulis karya-karya pengetahuan yang banyak berbincang seputar
peneguhan Islam Nusantara, maka Kyai Muhibbi Hamzawie adalah sosok ayah sang
penulis sekaligus pengasuh Pesantren al-Amin Kajen. Sebuah tempat di daerah
Pati Jawa Tengah yang terkenal dengan keberadaan maqbarah Syaikh Ahmad Mutamakkin atau
Kyai Cebolek.
Kitab ini mengupas nahwu-sharaf dengan format nazhm atau syair yang memakai pola
bahar rajaz. Menariknya bahasan dari kitab ini diurutkan sesuai abjad hijaiyyah
mulai dari alif sampai ya’. Bila kitab ‘Imrithy yang ditulis oleh Yahya bin Nuruddin
Abi Khoir bin Musa al-‘Imrithi as-Syafi’i al-Anshori al-Azhari berisi terdiri
254 bait syair, kitab Alfiyyah yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Malik
atau yang lebih populer dengan sebutan Imam Malik terdiri dari 1002 bait syair,
maka kitab Mu’jam Nahwi yang ditulis oleh Kyai Muhibbi Hamzawie terdiri dari
8.465 bait syair. Dengan jumlah bait syair sampai delapan kali lipat lebih
banyak dari alfiyyah kitab ini tentu memiliki halaman yang cukup tebal. Kitab ini
selesai ditulis 21 September 1975.
Kitab Tashilul Masalik
Kitab ini memiliki judul
lengkap bernama Tashil al-Masalil ila Alfiyah Ibn Malik. Penulisnya adalah ulama
nusantara bernama Syaikh Ahmad Abi Fadhol ibn ‘Abdus Syakur Senori atau yang
lebih akrab disapa dengan nama Mbah Fadhol yang wafat tahun 1991. Beliau adalah
salah satu ulama yang mumpuni dalam bidang ilmu nahwu di nusantara. Kitab Tashil
al-Masalik adalah kitab nahwu dengan tema besar penjelasan lebih lanjut
atau syarah dari kitab nahwu populer alfiyyah ibn malik. Biasanya referensi syarah
kitab alfiyyah yang sering dipakai oleh kebanyakan para pengkaji nahwu adalah
kitab Syarh Alfiyyah Ibn Malik karya Imam Ibn ‘Aqil.
Bagi para pengkaji nahwu di Tanah Air, keberadaan kedua kitab
tersebut dapat saling melengkapi satu sama lain. Pasalnya, kitab karya Mbah
Fadhol ini banyak mengetengahkan berbagai contoh yang lebih aktual yang ada
dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat Indonesia.
Kitab Lam’atun Nuraniyyah
Salah satu kitab nahwu karangan
ulama Garut Jawa Barat bernama Syaikh Musthafa Usman. Kitab tersebut
berjudul al-Lam’ah al-Nuraniyya yang merupakan bentuk syarah atas salah satu karya Imam
Nawawi al-Bantani yang berjudul al-Syadzrah al-Jummaniyyah. Kitab ini adalah kitab tingkat
dasar dalam ilmu nahwu, di mana para pengkajinya melalui kitab ini dipersiapkan
untuk menaik dari jenjang mubtadi (pemula) menuju mutawasith (lanjutan pertengahan).
Namun tampaknya kitab karya Syaikh Musthafa Usman ini belum begitu banyak
beredar luas di Indonesia. Masih sedikit kalangan pembelajar atau pengajar yang
berkenalan dengan kitab ini. Kitab ini telah diterbitkan di Timur Tengah yakni Mesir. Di
antaranya cetakan Mathba’ah Musthafa al-Bab al-Halab Kairo, dengan titi mangsa
tahun cetak 1360 H/1941 M. Adapun Jumlah keseluruhan halaman kitab adalah 16
(enam belas) halaman. Cukup tipis dan memang rerata demikian kitab-kitab nahwu
untuk para pemula. Sebenarnya sangat menarik meneliti lebih lanjut hubungan antara
Syaikh Musthafa Usman dan Syaikh Nawawi al-Bantani. Pasalnya kedua ulama ini
saling berinterkasi satu sama lain dalam karya-karyanya. Bahkan dalam muqadimah
kitab al-Lam’ah al-Nuraniyya ini Syaikh Musthafa Usman mengatakan bahwa latar belakang
penulisan kitab tersebut adalah karena Syaikh Nawawi al-Bantani yang terus
mendorongnya untuk membuat syarah atas kitabnya yang berjudul al-Syadzrah
al-Jumaniyyah.
Kitab Murodul Awamil Mandaya
Kitab ini ditulis oleh Syekh
Nawawi Bin Muhammad Ali Bin Ahmad Bin Abu Bakar atau yang akrab disebut dengan
Syaikh Nawawi Mandaya, beliau adalah salah satu ulama sufi dan nahwu yang
sangat kharismatik di Serang-Banten. Manuskrip tangan kitab ini sudah masuk
dalam ruang koleksi naskah Kementrian Agama Republik Indonesia. kitab ini banyak dikaji di
beberapa pondok pesantren dan mayoritas santri salaf di nusantara. Dalam
hierarki tingkatannya, kitab Murod al-Awamil Mandaya setingkat kitab pemula
dalam mengkaji ilmu nahwu. Sebenarnya kitab ini tampak sebagai pengantar untuk
memahami kitab al-‘Awamil karya ulama Iran yang bernama Abdul Qahir al-Jurjani. Lebih lanjut kitab al-‘Awamil
Mandaya ini lebih fokus membicarakan al-‘Awamil yang secara sederhana
diartikan “faktor-faktor”. Maksudnya adalah faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap perubahan harakat (fathah, kasrah, dhamah, sukun dan tanwin) akhir suatu kata dalam
bahasa Arab. Sebagai pintu awal atau pengantar bagi pemahaman tata bahasa Arab
dalam ranah sintaksis, kitab yang ditulis oleh Syaikh Nawawi Mandaya ini
menyebutkan ada 100 faktor (‘amil) dalam Ilmu Nahwu yang
dapat berpengaruh terhadap keadaan harakat akhir suatu kata.
Kitab Tasywiqul Khillan
Para santri mungkin tidak asing
dengan kitab satu ini. Kitab ini ditulis oleh K.H. Muhammad Makshum bin Salim
dari Semarang, Jawa Tengah. Kitab ini adalah salah satu karya yang memantulkan
citra beliau yang memang memiliki kemampuan handal dalam bidang tata bahasa
Arab. Terlebih beliau yang merupakan ulama Tanah Air berasal dari nusantara. Kitab Tasywiqul
Khillan merupakan kitab dengan catatan panjang (hasyiyah) atas Mukhtasshor
Jiddan, syarah Al-Jurumiyah yang ditulis oleh ulama masyhur Sayyid Ahmad Zaini Dahlan
yang merupakan guru besar para ulama nusantara yang menetap di mekkah. KH
Muhammad Makshum memiliki pandangan bahwa beliau perlu memberikan uraian lebih
atas kitab Mukhtasshor Jiddan. KH Muhammad Makshum menyelesaikan kitab Tasywiq
al-Khillan pada Jumadil Akhir 1303 H/1886 M. Kitab tersebut memiliki
volume halaman dengan jumlah 222 halaman. Meskipun kitab ini ternyata baru
dicetak oleh salah satu penerbit Timur Tengah Al-Maktabah
Al-Ilmiyah 54 tahun kemudian. Perbedaan pendapat
ahli Nahwu disikapi KH. Muhammad Makshum secara bijaksana. Bahkan beliau bukan
menegangkan otot syaraf mendukung satu pendapat atau membuang pendapat yang
lemah, tetapi justru mengambil keberkahan darinya. Contohnya
seperti perihal perbedaan pendapat mengenai huruf jarr ‘Rubba’ di halaman 219
KH Muhammad Makshum mengatakan, “Ulama Nahwu membahas Rubba sebagai huruf jarr
kecuali Syekh Kafrawi dan Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Tetapi kami juga akan
membahasnya hanya untuk mengambil keberkahan.”
Itulah beberapa kitab nahwu
yang ditulis oleh ulama-ulama nusantara. Beberapa di antaranya ada yang masih
beredar secara luas namun ada beberapa yang beredar di komunitas terbatas.
Kitab-kitab tersebut adalah warisan agung karya leluhur ulama nusantara yang
sangat menarik untuk terus dikaji dan dikembangkan baik dalam rangka
pembelajaran santri atau dalam kajian ilmiah akademik.
Terimakasih sudah membaca! Dan mohon kritikan dan
sarannya!
Posting Komentar untuk "KITAB ILMU NAHWU (GRAMATIKAL ARAB) ULAMA NUSANTARA"