CERPEN : BERANI
“Siapa
kau?! Kenapa kau mengikuti kami, heh?”. Teriak pria botak di depan Andi.
“Berani kau, ya!. Kau ada
urusan apa sama kami? Menguntit dari belakang sejak tadi”. Sahut rekannya satu
lagi. Dia memakai jaket kulit berwarna coklat.
“Coba
kasih alasan sehingga aku menunda untuk melemparkanmu ke jurang itu!” Ujar
satunya lagi yang berkumis lebat.
Andi
tertangkap basah oleh mereka berdua saat berusaha masuk ke jendela belakang
sebuah rumah setelah melihat mereka menculik seorang gadis yang dikenalinya di
perempatan jalan komplek yang sunyi dan memasukkannya ke mobil.
Instingnya berkehendak untuk
menyelamatkan gadis itu. Dia langsung menyetir sepeda motornya menguntit mobil
di depannya. Andi tidak menyadari kalau insting sopir mobil itu – Si kumis - lebih tajam saat menyadari Andi mengikuti
mereka.
Tanpa disadari, Andi telah
mengikuti mereka selama 30 menit hingga sampai di daerah penggunungan yang
banyak terdapat jurang-jurang dalam. Mobil tersebut berhenti di depan sebuah rumah
panggung yang tampak tua. Ukurannya agak besar. Letaknya persis di samping
jalan utama daerah tersebut. Bagi orang yang lewat pasti akan menyangka itu
rumah lama yang tak berpenghuni. Andi memakirkan sepeda motornya di balik
semak-semak tak jauh dari rumah panggung. Ia melihat tiga orang menggotong
seorang gadis yang sedang pingsan dan langsung membawanya masuk ke dalam rumah.
Tanpa berpikir panjang dan rencana, ia langsung nekat menuju ke arah belakang
rumah dan masuk ke jendela – tanpa disadarinya sudah ada yang menunggunya.
“Saya
hanya ingin menjemput teman satu kampus saya pulang. Itu saja” sahut Andi
santai
“Hei! Berapa umur kau
sekarang?! Anak kecil pun tau kalau kelakuanmu itu seperti pencuri!”. Teriak si
botak lagi.
“Hehehe,
sayang dirimu, nak. Setiap orang yang sudah masuk di rumah ini tidak bisa lagi
melihat matahari terbit besok” Sahut si kumis.
“Hebat
kalian! Bisa mengatur hidup mati orang macam Tuhan”. Ujar Andi tak gentar.
“Merasa
sok jagoan kamu, heh? Seberapa hebat ka— “
BUK!
Belum
selesai Si kumis bicara Andi telah mengirim bogem mentah ke rahangnya. Si Kumis
langsung terpental sebelum menyadari dia telah diserang. “Kurang ajar!
Beraninya kau!” Si botak dan Si berjaket
kulit langsung menyerang, mereka tak terima temannya diserang begitu saja oleh
anak muda di depannya.
Yang
berjaket kulit langsung menendang Andi dengan keras. Andi menangkisnya dengan
tangan kiri hingga mundur tiga langkah. Andi meringis memegang tangannya “kuat
sekali!” gumamnya. Belum sempat Andi memasang kuda-kuda setelah memegang
tangannya yang sakit, si botak langsung memiting Andi dengan kuat. Andi kalah
fisik. Tubuh si Botak jelas lebih besar dari Andi. Andi tak bisa bergerak. Ia
berusaha melepas pitingan si botak, tapi sia-sia.
Si
kumis yang baru bangkit tidak terima diperlakukan oleh Andi tadi. Ia langsung
memukul rahang Andi dengan kuat lantas memukul perutnya.
Buk!
Buk! “Aaakh!” Andi mengerang kesakitan. Darah segar keluar dari bibirnya.
“Aku
ingin sekali merobek mulut besarmu itu! Kau sombong sekali bersikap santai saat
ingin menghadapi kami bahkan memukul aku duluan. Tapi lihat kondisimu ini. Kau
bahkan tak bisa bergerak hingga kami bisa leluasa memukulmu. Ayo!! Tunjukkan
jagoanmu, bodoh!”
Duk!
“Aakh!!” Suara erangan kembali terdengar. Itu bukan suara Andi, tapi suara si
botak yang kesakitan setelah Andi memukul alat vitalnya menggunakan siku.
Pitingan Si botak melonggar, Andi langsung melepasnya lalu mengambil balok
didekatnya lantas memukul kepala si botak dengan keras. Buk! Cukup sekali saja
itu akan membuat lawan langsung KO. Kejadian itu cepat sekali, bahkan lawan
belum sempat menyadari apa yang terjadi.
“Ayoo
maju sini!! Jangan hanya berani memukul lawan saat tidak bisa bergerak! Kita
bertarung secara bebas! Cepaaat!!”
Si
kumis dan si Jaket kulit diam saja.
“Woi!!
Mana keberanian kalian?! Gak ada yang maju? Baik aku saja yang maju!”
Andi
mengangkat tangannya untuk maju, tiba-tiba...
“Cukup,
Andi!!”
Andi
menoleh – termasuk si kumis dan si jaket.
“Lisa!
Cepat keluar! Biar aku yang urus penjahat ini!” seru Andi. Tapi yang diseru
diam saja ditempatnya.
“Lisa!
Cepat! Selamatkan dirimu! Aku akan mengurus para penculik ini!. Seru Andi
sekali lagi.
“Hahahahahaha. Ternyata rencana kita
berhasil hanya sesederhana ini. Iya kan, Lis?”. Suara berat khas bapak-bapak
terdengar dari balik dinding. Kemudian suara berdencit terdengar pertanda ada
orang yang mendekat ke arah mereka bertarung. Saat wajahnya nampak, Andi kaget.
Itu pak Darman ayahnya Lisa.
“Ternyata
cobaanmu kali ini akan sangat berat, Lis”
BERSAMBUNG......
Posting Komentar untuk "CERPEN : BERANI"