FUNGSI KITAB KUNING SEBAGAI PENGHUBUNG PERADABAN
Kitab kuning merupakan media
yang menjembatani peradaban masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Kitab kuning ini menjadi penghubung peradaban melalui tiga jalur sekaligus,
yakni sanad keilmuan, kandungan pemahaman, hingga bahasa pemaknaan.
Kitab kuning atau disebut
juga dengan kitab gundul merupakan kitab
keislaman berbahasa Arab atau kitab keislaman berbahasa lainnya yang menjadi
rujukan tradisi keilmuan Islam di pesantren yang
dikarang oleh ulama tempo dulu. Kitab kuning dipelajari oleh santri sebagai unsur
wajib di pesantren, selain guru, santri, masjid, dan asrama.
Sanad atau mata rantai
keilmuan menjadi sesuatu yang tidak terpisahkan dalam dunia pendidikan
pesantren. Para santri mempelajari berbagai macam kitab kepada gurunya. Gurunya
juga mempelajari kitab itu kepada gurunya dan terus bersambung sampai kepada
penulisnya. Sanad keilmuan itu tak terputus di kalangan para santri ini sampai
kepada para ulama terdahulu.
Inilah yang selalu
ditekankan dalam pendidikan pesantren. Sang guru akan memberikan ijazah yang
menandai bahwa santri tersebut telah mempelajari dan diizinkan untuk
mengajarkan kembali kitab tersebut. Dalam ijazah itu, sang guru menyebut
silsilah keilmuannya mulai dari nama gurunya, guru dari gurunya, dan terus
sampai kepada penulis kitab yang dikajinya.
Saat mengajar para santri,
guru akan memberikan penjelasan yang melampaui dari matan atau
teks yang disajikan penulisnya. Para guru juga akan menjelaskan makna teks yang
disesuaikan dengan konteks terkini di tempat mereka tinggal dan konteks zaman
yang melatarinya tanpa menafikan konteks sejarahnya.
Metode seperti ini atau
disebut juga dengan kontekstualisasi ini merupakan konsep belajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan kondisi lingkungan dan waktu saat dipelajari. Misalnya,
ketika mengkaji kitab sudah sampai pada bab yang menjelaskan perihal
perbudakan. Bagian ini tentu sudah tidak sesuai dengan zaman dan kondisi
terkini. Namun, teks yang menjelaskan hal tersebut tetap dibaca dan dipelajari,
tetapi dipahami sebagai khazanah pengetahuan bahwa dulu ada syariat demikian.
Zaman yang terus berkembang
membuat para ulama pun terus memproduksi karya yang menyesuaikan isu-isu
terbaru yang belum ada di zaman dahulu. Para santri juga diberikan pemahaman
demikian, tidak saja secara formal melalui pengajian, tetapi juga bisa melalui
forum pembahasan dan pemecahan masalah yang
memerlukan Kepastian atau disebut juga dengan bahtsul masail.
Pemikiran mereka atas isu tertentu diujikan pada forum tersebut guna menemukan
realitas hukum yang tepat untuk masalah yang mereka diskusikan. Di sinilah
kitab kuning hadir menempati ruang relevansinya dengan kondisi zaman dan
ruangnya.
Kitab kuning juga
menghubungkan peradaban melalui bahasa dalam pengajarannya. Mayoritas guru
pesantren masih menggunakan bahasa daerah dalam melakukan pemaknaan atau penerjemahan
teksnya. Para santri biasanya akan membubuhi makna dibawah teks kitab
masing-masing
Penjelasan atau terjemahan
bahasa daerah yang dipilih guru biasanya akan diikuti pula oleh
santri-santrinya. hal ini adalah bagian dari takzim santri kepada gurunya untuk
mengikuti segala apa yang dicontohkan gurunya termasuk dalam soal pilihan diksi
atas makna teks yang dikajinya. Hal demikian menunjukkan keterhubungan makna
yang terus diwariskan secara turun temurun
Uraian di atas menunjukkan
bahwa kitab kuning merupakan jembatan yang menghubungkan peradaban masa lalu,
masa kini, dan masa yang akan datang yang senantiasa diwariskan kepada generasi
selanjutnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kitab-kitab kuning sebagai
referensi utama para santri dalam mempelajari dan mendalami pengetahuan agama.
Posting Komentar untuk "FUNGSI KITAB KUNING SEBAGAI PENGHUBUNG PERADABAN"